
Mata uang Asia terpantau bergerak variatif terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian pasar perihal rapat bank sentral AS (The Fed) serta pernyataan pejabat Fed pekan ini.
Dilansir dari Refinitiv pada Rabu (21/8/2024) pukul 10:46 WIB, penguatan mata uang Asia tertinggi ditempati oleh peso Filipina yang naik 0,36%, ringgit Malaysia mengalami apresiasi 0,09% dan yuan China menguat tipis 0,01%.
Sementara sedikit berbeda halnya dengan won Korea Selatan yang terdepresiasi 0,4%, yen Jepang turun 0,17%, dan rupee India melemah 0,09%.
Indeks dolar AS (DXY) sendiri naik tipis 0,02% ke angka 101,45 atau lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (20/8/2024) yang turun 0,44% di angka 101,44.
Anjloknya DXY terjadi di tengah perubahan besar dalam kebijakan moneter The Fed.
Investor sangat menantikan rilis notulen dari pertemuan Federal Open Meeting Committee (FOMC) terakhir, serta pidato yang sangat dinantikan oleh Ketua The Fed, Jerome Powell di simposium ekonomi Jackson Hole.
Peristiwa-peristiwa ini diharapkan akan memberikan wawasan yang lebih dalam tentang rencana bank sentral untuk penyesuaian suku bunga di masa depan.
Di kesempatan sebelumnya, Powell menunjukkan bahwa pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) sangat mungkin terjadi pada pertemuan FOMC bulan September.
Persepsi pasar tentang perubahan kebijakan The Fed yang akan datang adalah faktor kunci yang mendorong lonjakan harga emas saat ini. Meskipun pemotongan suku bunga pada bulan September dianggap sebagai kepastian, spekulasi berlimpah di kalangan analis dan investor mengenai cakupan lebih luas dari rencana bank sentral.
Awal tahun ini, “dot plot” Fed menunjukkan total tiga pemotongan suku bunga seperempat poin pada tahun 2024, tetapi revisi Juni menunjukkan pendekatan yang lebih konservatif, dengan ekspektasi hanya satu atau dua pemotongan.
Dengan DXY yang terus terpuruk, maka mata uang Asia cenderung akan mendapatkan angin segar dan menunjukkan tren apresiasi.